Minggu, 05 Juli 2020


MAKALAH ANALISIS TEORI MEDIA MASSA
KOMUNIKASI MASSA
DOSEN : YUSMAWATI, S.IP

DISUSUN OLEH:
1.      ANNISA RACHMATYA DESIRA (44190642)
2.      M. RHEZA PALEVA (44190626)
3.      RAHMAT LAZUARDI (44190645)
4.      SENDY PUTRA HERMAWAN (44190643)
5.      TAMARA PURNAMA SARI (44190621)
6.      TERISSETYA BUDI AGUSTIN (44190640)

UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BAHASA
MARGONDA DEPOK
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Komunikasi Massa ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk membuat tugas makalah ini.


Jakarta, 27 Juni 2020


Penulis



DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1 Teori Komunikasi Massa..................................................................................6
2.2 Model Komunikasi Massa................................................................................9
2.3 Analisis..............................................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................12
Kesimpulan.............................................................................................................12
Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Media merupakan suatu perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Santrianawati, 2008). Dengan demikian media bisa dikatakan sebagai alat yang digunakan komunikator untuk menyampaiakan pesan pada komunikan. Seperti yang telah diketahui media bisa berupa elektronik, cetak maupun online, semua media tersebut bisa digunakan sesuai kebutuhan dan kepentingan pemakai itu sendiri. Waktu penggunaan media pun beragam bisa berlangsung kapan pun sesuai keinginan pemakai. Media digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan, baik pesan yang berupa Audio, Visual, maupun cetak. Pesan yang dimaksud disini bisa berupa pesan yang berhubungan dengan informasi pendidikan, kesahatan, maupun politik.
            Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. mengungkapkan bahwa untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita perlu menggunakan model-model komunikasi. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut, jika kita kurang hati-hati menggunakan model, model dapat menyesatkan kita. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. dengan kata lain, model adalah teori yang lebih disederhanakan (Mulyana, 2007: 132).
1.2 Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
            1. Apa saja teori Komunikasi Massa ?
            2. Apa saja model Komunikasi Massa ?
            3. Menganalisis teori model komunikasi massa terkait dengan model komunikasi massa
                yang terjadi di Indonesia, dan hambatan dalam media massa



1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui teori Komunikasi Massa ?
            2. Mengetahui model Komunikasi Massa ?
            3. Menganalisis teori model komunikasi massa terkait dengan model komunikasi massa
                yang terjadi di Indonesia, dan hambatan dalam media massa



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Komunikasi Massa
            a. Teori Peluru atau Jarum Hipodermik
Teori peluru ini merupakan konsep awal efek komuikasi massa yang oleh para pakar komunkasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory (teori jarum hipodermik). Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Orang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak tahu apa-apa.
Lazarsfeld mengatakan jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Adakalanya juga efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak. Seringkali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk ditembak. Sedangkan Bauer mengatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari yang diinginkan dari media massa. Jika menemukannya, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan presdisposisi dan kebutuhan mereka.



            b. Teori Komunikasi Banyak Tahap

Survei teori ini dilakukan tahun 1940-an berkenaan dengan proses pengaruh sosial yan menunjukan model yang sangat berbeda dari model jarum hipodermik. Sebagian besar orang menerima efek media dari tangan kedua, yaitu opinion leaders (para pemuka pendapat) yang memiliki akses lebih dahulu pada media massa.
Pada tahap pertama , para pemuka pendapat di bidang politik mengakses The News Republic, sebuah majalah untuk khalayak elit. Dalam tahap kedua, para pemuka pendapat berbagi opini dengan anggota lingkaran dalam sosial mereka. Anggota yang tergabung dalam lingkaran sosial itu memiliki kelompok sosial lainnya, termasuk keluarga, bawahan, dan anggota kelompok lain, yang akan dipengaruhi oleh mereka. Mereka memiliki pengaruh sosial untuk orang-orang yang tidak pernah membaca majalah The News Republic.
            c. Teori Proses Selektif
Teori ini menilai orang-orang cenderung melakukan selective exposure. Mereka menolak pesanynag berbeda  denan kepercayaan mereka. Tahun 1960 Joseph Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa yang tergabung dalam penelitian pascaperang tentang persuasi, pengaruh persona dan proses selektif. Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah, persentase pengaruhnya kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan para pengiklan.
            d. Teori Pembelajaran sosial
Klepper memulai lagi penelitian dengan memakai pendekatan baru, yang dapat menjelaskan pengaruh media yang tak dapat disangkal lagi, terutama televisi, terhadap remaja. Muncullah teori baru yaitu social elearning (teori pembelajaran sosial). teori ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi massa yang bertujan untuk memahami efek terpaan media massa. Berdasarkan hasil pene;itian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses Observational learning (pembelajaran hasil pengamatan). Klepper mengganggap bahwa “ganjaran” dari karakter tv diterima mereka sebagai perilaku antisosial, termasuk menjadi toleran terhadap perilaku perammpokan dan kriminalitas, menggandrungi kehidupan glamour seperti di televisi.
            e. Teori Divusi Inovasi
Model Divusi inovasi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara berkembang Indonesia. Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi di komunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para nggota suatu sistem sosial.
Everett M Rogers dan Flyod G. Shoemaker mengemukakan bahwa teori difusi inovasi dalam prosesnya ada empat tahap yaitu : pengetahuan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi.
            f. Teori Kultivasi
Menurut teori kultivasi, media, khususnya televisi, merupakan sarana utama kita untuk belajar tentang masyarakat dan kultur kita. melalui kontak kita dengan televisi, kita belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannya.
Williams mengomentari penelitian yang sama, “ orang yang pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis kelamin, dokter, atau tokoh-tokoh lain yang biasanya muncul dalam sinetron televisi. Dalam dunia mereka, ibu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai orang yang paling mengurusi rumah. Suami adalah yang selalu menjadi korban dalam kisah lucu. Polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. orang yang meninggal tanpa mengalami sekarat atau semua bandit berwajah seram”.
Meskipun tv bukan satu-satunya sarana yang membentuk pandangan kita tentang dunia, tv merupakan salah satu media yang paling ampuh,terutama bila kontak dengan tv sangat sering dalam waktu yang lama.

2.2 Model Komunikasi Massa
            Model adalah representasi fenomena, baik nyata maupun abstract dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting dari fenomena tersebut. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori yang disederhanakan. Model komunikasi dimaksudkan untuk mempermudah dalam menjelaskan fenomena komunikasi.
            a. Model HUB
Model ini dikemukakan oleh Ray Eldon Hiebert, Donald F. Ungrait, dan Thomas W. Bohn, HUB sendiri berarti Hiebert Ungrait Bohn. Model ini bisa dikatakan lebih komplit. Model komunikasi massa HUB adalah model lingkaran yang dinamis dan berputar terus-menerus. Model HUB adalah model lingkaran konsentris yang bergetar sebagai sebuah rangkaian proses aksi-reaksi.

Komunikator berada di tengah-tengah. Artinya, komunikator menyebarkan pesan ke luar. Di dalam proses penyebaran ide dan gagasan, komunikator dibantu oleh media amplification (pengerasan media). Pengerasan ini juga berarti perluasan (extension). Tujuannya adalah, agar pesan yang dikeluarkan sejelas dan sekomplit mungkin. Misalnya, ide dan gagasan komunikator dalam televisi diperluas, dikeraskan suaranya oleh volume televisi kepada para penontonnya. Sementara dalam media cetak, ide atau gagasan komunikator diperluas oleh jangkauan media cetak.
Di samping itu, media massa sebagai alat saluran komunikasi massa tidak bisa berdiri sendiri. Ada banyak faktor yang ikut memengaruhi proses peredaran pesan-pesannya. Jika diperinci, ada komunikator, kode, penapis informasi, media massa itu sendiri, pengatur, penyaring, komunikan, dan efek. Semua elemen ini ikut membentuk pesan apa yang akan disiarkan/diedarkan oleh media massa.
Ketika isi disebarkan kepada khalayak, saat itu juga terbuka peluang munculnya umpan balik. Jadi, umpan balik sejalan dengan penyebaran pesan. Umpan balik dilalui ada dalam proses komunikasi massa. Umpan balik inilah yang kemudian akan memberikan pesan baru bagi komunikan untuk merencanakan pesan yang akan dikeluarkan lagi oleh komunikator.
Model HUB juga mengakui bahwa ada gangguan atau pemutarbalikan fakta yang turut serta dalam proses penyebaran pesan. Gangguan itu bisa berarti gangguan saluran (gambar tidak jelas, salah cetak, suara tidak jernih, dan lain-lain) atau gangguan yang berhubungan dengan kesalahan komunikator dalam menyandi pesan, serta pemutarbalikan fakta. Karena kepentingan politik kelompok tertentu, media massa sengaja memutarbalikkan fakta dalam memberikan data statistik jumlah korban perang atau karena kurang mengadakan check and recheck. Media massa hanya memberikan peristiwa dari satu segi/kelompok. Bisa juga media massa sengaja membela satu kelompok dan memojokkan kelompok yang lain. Meskipun sebenarnya hal demikian tidak boleh terjadi, fakta itu sangat riil terjadi dalam proses peliputan yang dilakukan media massa. Jadi, munculnya gangguan atau bahkan pemutarbalikan fakta adalah suatu keniscayaan.
            b. Model Dua Tahap (Two Step Flow Model)
Model ini pertama kali dikenalkan oleh Paul Lazarfeld, Bernard Berelson, dan H. Gaudet dalam People’s Choice (1944). Dalam penelitian mereka ditemukan bahwa pesan media massa sangat kecil dalam memengaruhi calon presiden yang dipiliholeh masyarakat. Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh para pemimpin opini (opinion leader). Jadi, media massa membawa pengaruh pada pemimpin opini, sedangkan pemimpin opini memengaruhi pendapat pengikutnya yang bersifat antarpribadi (Josep A. Devito, 1997).

Dalam model ini diterangkan bahwa media massa tidak langsung atau memengaruhi audience, tetapi melalui perantara pemimpin opini/pemuka pendapat tersebut. Model ini didasar oleh bukti bahwa efek media massa terbatas, bahwa masyarakat menerima terpaan media massa secara tidak langsung yakni melaui perantaraan. Jadi, pemimpin opini di sini berfungsi sebagai penerusan pesan-pesan media massa. Bahkan, pesa-pesan yang diterima audiene sudah diinterpretasikan oleh para pemimpin opini tersebut.
Model ini lebih cocok di lingkungan pedesaan dengan tingkat pendidikan yang belum begitu baik. Dalam lingkungan sepeti itu, seseorang yang mempunyai kedudukan, pendidikan, dan wibawa tinggi akan menjadi opini. Bahkan pemimpin opini lebih dipercaya daripada pesan-pesan media massa. Hal itu tidak berarti bahwa peran media massa tidak ada. Peran media massa tetap ada, hanya akses langsungnya ke media massa diambil alih oleh para pemimpin opini tersebut. Kemudian, pemimpin opini meneruskan kepada para pengikutnya.

2.3 Analisis
- Contoh komunikasi 2 tahap
Dalam komunikasi dua tahap, arus pesan bergerak dari media massa kepada pemuka pendapat dan kemudian dari pemuka pendapat kepada khalayak luas. Dari berbagai kritik yang disampaikan oleh para ahli, model komunikasi dua tahap telah membuka pintu bagi berkembangnya model komunikasi banyak tahap dan teori difusi inovasi. Kita bisa mengambil permisalan dari masalah kekeliruan pemerintahan saat di tengah pandemi Covid19. Awal dari pandemi ini muncul pemerintah kesehatan menginformasikan penggunaan masker pada masyarakat hanya digunakaan untuk orang yang sakit. Namun, tidak lama di beritakan lagi kepada masyarakat penggunaan masker wajib untuk semua untuk menjaga serangan Covid19 melalui udara.
Gangguan yang terjadi pada pengirim dan penerima pesan dikarena adanya perbedaan dalam menginterpretasi pesan atau stimulus, seperti perbedaan bahasa dan dialek, penggunaan jargon atau istilah ekstrim yang berlebihan

-Contoh model HUB
Dalam model HUB, arus pesan bergerak dari media massa kepada khalayak sperti misalnya dalam berita dalam meida televisi mengenai Quick Qount Pilpres 2019, Saling tuding kubu Prabowo dan Lembaga survei. Tuduhan kubu Prabowo yang menuding lembaga pembuat quick count pemilu 2019 "didanai" kubu Jokowi ditanggapi sebuah lembaga survei dengan ajakan untuk bersikap transparan mulai metode hingga siapa yang mendanai.
Pimpinan lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat, menolak tuduhan kubu Prabowo yang menyebut mereka bertujuan menggiring opini. Dalam quick count Pilpres 2019, Cyrus Network menyebut Joko Widodo-Ma'rif Amin meraih 55,7%, sedangkan Prabowo-Sandi 44,3%.
Hasan mengatakan dia siap untuk membuka data agar bisa diaudit. "Kalau pun dia punya data dia declare menang nggak apa-apa juga, tapi kalau dia menuduh polster yang kemarin melakukan quick count itu menipu, sengaja dikondisikan untuk mendukung pihak-pihak tertentu, tidak profesional, tidak netral. Media massa hanya memberikan peristiwa dari satu segi/kelompok. Dalam contoh kasus ini, media massa sering menampilkan atau memberikan data statistik yang berbeda dalam media tetangga. Sebagai konsekuensi data statistik yang ditampilkan mampu menggiring opini khalayak (para penerima pesan).
Gangguan pada kasus ini pada kesalahan komunikator dalam menyandi pesan yang disebar luaskan melalui media televisi yang ditampilkan dalam bentuk statistik, yang akibatnya pemutarbalikan fakta dan pembentukan opini pada khalayak.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulan pada makalah ini adalah pada dasarnya teori komunikasi dan model komunikasi massa itu sangat penting bagi kehidupan manusia, komunikasi tanpa didasari dengan teori komunikasi massa dan model komuikasi massa yang benar akan menambah bingung, Karena pesan yang diampaikan dari komunikator tidak singkron dengan realita Karena tidak ada kaidah dan teori dalam penyampaian pesan, dan akan membuat bingung ataupun salah pemahaman bagi komunikan. Dan pada dasarnya dalam teori komunikasi ini mencangkup banyak hal yang terkandung didalamnya. Jadi tidak mudah mempelajari dan memahami pelajaran ini tanpa buku dan referensi yan akurat. Dari konteks, tradisi dan prespektif komunikasi dan teori komunikasi, semuanya memiliki teori teori tersendiri, sehingga kita tidak boleh asal mempelajarinya. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. dengan kata lain, model adalah teori yang lebih disederhanakan (Mulyana, 2007: 132).
3.2 Saran

Bagi para pembaca dalam berkomunikasi harus menggunakan komunikasi dengan model yang pas dalam komunikasi. Dimana komunikasi yang baik antara satu yang lain harus saling berhubungan.



DAFTAR PUSTAKA
- Buku komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, penulis Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si. // Dra. Lukiati Komala, M.Si. // Dra. Siti Karlinah, M.Si. // Dicetak oleh Refika Offset – Bandung.