MAKALAH ANALISIS TEORI MEDIA MASSA
KOMUNIKASI MASSA
DOSEN
: YUSMAWATI, S.IP
DISUSUN OLEH:
1. ANNISA RACHMATYA DESIRA (44190642)
2. M. RHEZA PALEVA (44190626)
3. RAHMAT LAZUARDI (44190645)
4. SENDY PUTRA HERMAWAN (44190643)
5. TAMARA PURNAMA SARI (44190621)
6. TERISSETYA BUDI AGUSTIN (44190640)
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BAHASA
MARGONDA DEPOK
2020
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Komunikasi Massa ini.
Saya
sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Saya juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah memberikan kesempatan
dan kepercayaan kepada saya untuk membuat tugas makalah ini.
Jakarta, 27
Juni 2020
Penulis
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR
ISI............................................................................................................3
BAB
I
PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1
Latar Belakang..................................................................................................4
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3
Tujuan.................................................................................................................5
BAB
II PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1 Teori Komunikasi Massa..................................................................................6
2.2 Model Komunikasi Massa................................................................................9
2.3 Analisis..............................................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................12
Kesimpulan.............................................................................................................12
Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media
merupakan suatu perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan (Santrianawati, 2008). Dengan demikian media bisa dikatakan sebagai alat
yang digunakan komunikator untuk menyampaiakan pesan pada komunikan. Seperti
yang telah diketahui media bisa berupa elektronik, cetak maupun online, semua
media tersebut bisa digunakan sesuai kebutuhan dan kepentingan pemakai itu
sendiri. Waktu penggunaan media pun beragam bisa berlangsung kapan pun sesuai
keinginan pemakai. Media digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan, baik
pesan yang berupa Audio, Visual, maupun cetak. Pesan yang dimaksud disini bisa
berupa pesan yang berhubungan dengan informasi pendidikan, kesahatan, maupun
politik.
Prof. Deddy Mulyana,
M.A., Ph.D. mengungkapkan bahwa untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita
perlu menggunakan model-model komunikasi. Sebagai alat untuk menjelaskan
fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut, jika kita kurang
hati-hati menggunakan model, model dapat menyesatkan kita. Model adalah
gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. dengan kata lain,
model adalah teori yang lebih disederhanakan (Mulyana, 2007: 132).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja teori Komunikasi Massa ?
2.
Apa saja model Komunikasi Massa ?
3.
Menganalisis teori model komunikasi massa terkait dengan model komunikasi massa
yang terjadi di Indonesia, dan hambatan
dalam media massa
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui teori
Komunikasi Massa ?
2.
Mengetahui model Komunikasi Massa ?
3.
Menganalisis teori model komunikasi massa terkait dengan model komunikasi massa
yang terjadi di Indonesia, dan hambatan
dalam media massa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Komunikasi Massa
a. Teori Peluru atau
Jarum Hipodermik
Teori peluru ini merupakan konsep awal efek komuikasi massa yang oleh
para pakar komunkasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory
(teori jarum hipodermik). Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan
yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Orang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang
begitu ajaib kepada khalayak yang tidak tahu apa-apa.
Lazarsfeld mengatakan jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak
jatuh terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Adakalanya
juga efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak. Seringkali pula
khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk ditembak. Sedangkan Bauer
mengatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif
mencari yang diinginkan dari media massa. Jika menemukannya, mereka melakukan
interpretasi sesuai dengan presdisposisi dan kebutuhan mereka.
b. Teori
Komunikasi Banyak Tahap
Survei teori ini
dilakukan tahun 1940-an berkenaan dengan proses pengaruh sosial yan menunjukan
model yang sangat berbeda dari model jarum hipodermik. Sebagian besar orang
menerima efek media dari tangan kedua, yaitu opinion leaders (para pemuka
pendapat) yang memiliki akses lebih dahulu pada media massa.
Pada tahap pertama ,
para pemuka pendapat di bidang politik mengakses The News Republic, sebuah
majalah untuk khalayak elit. Dalam tahap kedua, para pemuka pendapat berbagi
opini dengan anggota lingkaran dalam sosial mereka. Anggota yang tergabung
dalam lingkaran sosial itu memiliki kelompok sosial lainnya, termasuk keluarga,
bawahan, dan anggota kelompok lain, yang akan dipengaruhi oleh mereka. Mereka
memiliki pengaruh sosial untuk orang-orang yang tidak pernah membaca majalah
The News Republic.
c. Teori Proses Selektif
Teori ini menilai
orang-orang cenderung melakukan selective exposure. Mereka menolak pesanynag
berbeda denan kepercayaan mereka. Tahun
1960 Joseph Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa yang
tergabung dalam penelitian pascaperang tentang persuasi, pengaruh persona dan
proses selektif. Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah,
persentase pengaruhnya kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham,
dan para pengiklan.
d. Teori Pembelajaran sosial
Klepper memulai lagi
penelitian dengan memakai pendekatan baru, yang dapat menjelaskan pengaruh
media yang tak dapat disangkal lagi, terutama televisi, terhadap remaja.
Muncullah teori baru yaitu social elearning (teori pembelajaran sosial). teori
ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi
bidang penelitian komunikasi massa yang bertujan untuk memahami efek terpaan
media massa. Berdasarkan hasil pene;itian Albert Bandura, teori ini menjelaskan
bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses
Observational learning (pembelajaran hasil pengamatan). Klepper mengganggap
bahwa “ganjaran” dari karakter tv diterima mereka sebagai perilaku antisosial,
termasuk menjadi toleran terhadap perilaku perammpokan dan kriminalitas,
menggandrungi kehidupan glamour seperti di televisi.
e. Teori Divusi Inovasi
Model Divusi inovasi
akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi
pembangunan, terutama di negara berkembang Indonesia. Everett M. Rogers
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi di komunikasikan
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para nggota
suatu sistem sosial.
Everett M Rogers dan
Flyod G. Shoemaker mengemukakan bahwa teori difusi inovasi dalam prosesnya ada
empat tahap yaitu : pengetahuan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi.
f. Teori Kultivasi
Menurut teori kultivasi,
media, khususnya televisi, merupakan sarana utama kita untuk belajar tentang
masyarakat dan kultur kita. melalui kontak kita dengan televisi, kita belajar
tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannya.
Williams mengomentari
penelitian yang sama, “ orang yang pecandu berat televisi seringkali mempunyai
sikap stereotip tentang peran jenis kelamin, dokter, atau tokoh-tokoh lain yang
biasanya muncul dalam sinetron televisi. Dalam dunia mereka, ibu rumah tangga
mungkin digambarkan sebagai orang yang paling mengurusi rumah. Suami adalah
yang selalu menjadi korban dalam kisah lucu. Polisi menjalani hari-hari yang
menyenangkan. orang yang meninggal tanpa mengalami sekarat atau semua bandit
berwajah seram”.
Meskipun tv bukan
satu-satunya sarana yang membentuk pandangan kita tentang dunia, tv merupakan
salah satu media yang paling ampuh,terutama bila kontak dengan tv sangat sering
dalam waktu yang lama.
2.2 Model Komunikasi Massa
Model adalah representasi fenomena, baik nyata maupun abstract dengan menonjolkan unsur-unsur
terpenting dari fenomena tersebut. Model adalah gambaran informal untuk
menjelaskan atau menerapkan teori yang disederhanakan. Model komunikasi
dimaksudkan untuk mempermudah dalam menjelaskan fenomena komunikasi.
a. Model HUB
Model ini dikemukakan oleh Ray Eldon Hiebert,
Donald F. Ungrait, dan Thomas W. Bohn, HUB sendiri berarti Hiebert Ungrait
Bohn. Model ini bisa dikatakan lebih komplit. Model komunikasi massa HUB adalah
model lingkaran yang dinamis dan berputar terus-menerus. Model HUB adalah model
lingkaran konsentris yang bergetar sebagai sebuah rangkaian proses aksi-reaksi.
Komunikator berada di tengah-tengah. Artinya,
komunikator menyebarkan pesan ke luar. Di dalam proses penyebaran ide dan
gagasan, komunikator dibantu oleh media
amplification (pengerasan media). Pengerasan ini juga berarti perluasan (extension). Tujuannya adalah, agar pesan
yang dikeluarkan sejelas dan sekomplit mungkin. Misalnya, ide dan gagasan
komunikator dalam televisi diperluas, dikeraskan suaranya oleh volume televisi
kepada para penontonnya. Sementara dalam media cetak, ide atau gagasan
komunikator diperluas oleh jangkauan media cetak.
Di samping itu, media massa sebagai alat
saluran komunikasi massa tidak bisa berdiri sendiri. Ada banyak faktor yang
ikut memengaruhi proses peredaran pesan-pesannya. Jika diperinci, ada
komunikator, kode, penapis informasi, media massa itu sendiri, pengatur,
penyaring, komunikan, dan efek. Semua elemen ini ikut membentuk pesan apa yang
akan disiarkan/diedarkan oleh media massa.
Ketika isi disebarkan kepada khalayak, saat
itu juga terbuka peluang munculnya umpan balik. Jadi, umpan balik sejalan
dengan penyebaran pesan. Umpan balik dilalui ada dalam proses komunikasi massa.
Umpan balik inilah yang kemudian akan memberikan pesan baru bagi komunikan
untuk merencanakan pesan yang akan dikeluarkan lagi oleh komunikator.
Model HUB juga mengakui bahwa ada gangguan
atau pemutarbalikan fakta yang turut serta dalam proses penyebaran pesan.
Gangguan itu bisa berarti gangguan saluran (gambar tidak jelas, salah cetak,
suara tidak jernih, dan lain-lain) atau gangguan yang berhubungan dengan
kesalahan komunikator dalam menyandi pesan, serta pemutarbalikan fakta. Karena
kepentingan politik kelompok tertentu, media massa sengaja memutarbalikkan
fakta dalam memberikan data statistik jumlah korban perang atau karena kurang
mengadakan check and recheck. Media
massa hanya memberikan peristiwa dari satu segi/kelompok. Bisa juga media massa
sengaja membela satu kelompok dan memojokkan kelompok yang lain. Meskipun
sebenarnya hal demikian tidak boleh terjadi, fakta itu sangat riil terjadi
dalam proses peliputan yang dilakukan media massa. Jadi, munculnya gangguan
atau bahkan pemutarbalikan fakta adalah suatu keniscayaan.
b.
Model Dua Tahap (Two Step Flow Model)
Model ini pertama kali dikenalkan oleh Paul
Lazarfeld, Bernard Berelson, dan H. Gaudet dalam People’s Choice (1944). Dalam penelitian mereka ditemukan bahwa
pesan media massa sangat kecil dalam memengaruhi calon presiden yang
dipiliholeh masyarakat. Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh para pemimpin
opini (opinion leader). Jadi, media
massa membawa pengaruh pada pemimpin opini, sedangkan pemimpin opini
memengaruhi pendapat pengikutnya yang bersifat antarpribadi (Josep A. Devito,
1997).
Dalam model ini diterangkan bahwa media massa
tidak langsung atau memengaruhi audience,
tetapi melalui perantara pemimpin opini/pemuka pendapat tersebut. Model ini
didasar oleh bukti bahwa efek media massa terbatas, bahwa masyarakat menerima
terpaan media massa secara tidak langsung yakni melaui perantaraan. Jadi,
pemimpin opini di sini berfungsi sebagai penerusan pesan-pesan media massa.
Bahkan, pesa-pesan yang diterima audiene
sudah diinterpretasikan oleh para pemimpin opini tersebut.
Model ini lebih cocok di lingkungan pedesaan
dengan tingkat pendidikan yang belum begitu baik. Dalam lingkungan sepeti itu,
seseorang yang mempunyai kedudukan, pendidikan, dan wibawa tinggi akan menjadi
opini. Bahkan pemimpin opini lebih dipercaya daripada pesan-pesan media massa.
Hal itu tidak berarti bahwa peran media massa tidak ada. Peran media massa
tetap ada, hanya akses langsungnya ke media massa diambil alih oleh para
pemimpin opini tersebut. Kemudian, pemimpin opini meneruskan kepada para
pengikutnya.
2.3 Analisis
- Contoh komunikasi 2 tahap
Dalam komunikasi
dua tahap, arus pesan bergerak dari media massa kepada pemuka pendapat dan
kemudian dari pemuka pendapat kepada khalayak luas. Dari berbagai kritik yang
disampaikan oleh para ahli, model komunikasi dua tahap telah membuka pintu bagi
berkembangnya model komunikasi banyak tahap dan teori difusi inovasi. Kita bisa
mengambil permisalan dari masalah kekeliruan pemerintahan saat di tengah
pandemi Covid19. Awal dari pandemi ini muncul pemerintah kesehatan
menginformasikan penggunaan masker pada masyarakat hanya digunakaan untuk orang
yang sakit. Namun, tidak lama di beritakan lagi kepada masyarakat penggunaan
masker wajib untuk semua untuk menjaga serangan Covid19 melalui udara.
Gangguan yang terjadi pada pengirim dan penerima pesan dikarena adanya perbedaan dalam menginterpretasi pesan atau stimulus, seperti perbedaan bahasa dan dialek, penggunaan jargon atau istilah ekstrim yang berlebihan
Gangguan yang terjadi pada pengirim dan penerima pesan dikarena adanya perbedaan dalam menginterpretasi pesan atau stimulus, seperti perbedaan bahasa dan dialek, penggunaan jargon atau istilah ekstrim yang berlebihan
-Contoh model HUB
Pimpinan lembaga survei Cyrus
Network, Hasan Nasbi Batupahat, menolak tuduhan kubu Prabowo yang menyebut
mereka bertujuan menggiring opini. Dalam quick count Pilpres 2019, Cyrus
Network menyebut Joko Widodo-Ma'rif Amin meraih 55,7%, sedangkan Prabowo-Sandi
44,3%.
Hasan mengatakan dia siap untuk
membuka data agar bisa diaudit. "Kalau pun dia punya data dia declare menang
nggak apa-apa juga, tapi kalau dia menuduh polster yang kemarin
melakukan quick count itu menipu, sengaja dikondisikan untuk mendukung
pihak-pihak tertentu, tidak profesional, tidak netral. Media massa hanya memberikan peristiwa dari satu
segi/kelompok. Dalam contoh kasus ini, media massa sering menampilkan atau memberikan
data statistik yang berbeda dalam media tetangga. Sebagai konsekuensi
data statistik yang ditampilkan mampu menggiring opini khalayak (para penerima
pesan).
Gangguan pada kasus ini pada kesalahan
komunikator dalam menyandi pesan yang disebar luaskan melalui media televisi
yang ditampilkan dalam bentuk statistik, yang akibatnya pemutarbalikan fakta
dan pembentukan opini pada khalayak.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulan pada makalah ini adalah pada
dasarnya teori komunikasi dan model komunikasi massa itu sangat penting bagi kehidupan manusia,
komunikasi tanpa didasari dengan teori komunikasi massa dan model komuikasi
massa yang benar akan menambah bingung, Karena pesan yang diampaikan dari
komunikator tidak singkron dengan realita Karena tidak ada kaidah dan teori
dalam penyampaian pesan, dan akan membuat bingung ataupun salah pemahaman bagi
komunikan. Dan pada dasarnya dalam teori komunikasi ini mencangkup banyak hal yang
terkandung didalamnya. Jadi tidak mudah mempelajari dan memahami pelajaran ini tanpa buku dan referensi yan
akurat. Dari konteks, tradisi dan prespektif komunikasi dan teori komunikasi,
semuanya memiliki teori teori tersendiri, sehingga kita tidak boleh asal
mempelajarinya. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau
menerapkan teori. dengan kata lain, model adalah teori yang lebih
disederhanakan (Mulyana, 2007: 132).
3.2
Saran
Bagi para pembaca dalam berkomunikasi harus menggunakan
komunikasi dengan model yang pas dalam komunikasi. Dimana komunikasi yang baik
antara satu yang lain harus saling berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
- Buku komunikasi
Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, penulis Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si. //
Dra. Lukiati Komala, M.Si. // Dra. Siti Karlinah, M.Si. // Dicetak oleh Refika
Offset – Bandung.